Beragam Informasi untuk Demokrasi
Most Popular
This Week
Fasilitator dan Peranannya
Fasilitator adalah seseorang yang melakukan fasilitasi, yakni membantu mengelola suatu proses pertukaran informasi dalam suatu kelompok. K...
Alur Proses Suatu Pelatihan
Yang dimaksud dengan alur proses di sini adalah, prosedur yang mesti dipenuhi seorang perencana pelatihan dalam menyelenggarakan suatu p...
Teknik Fasilitasi
PENGAJAR = FASILITATOR ? Ada kalanya pengajar harus berperan sebagai fasilitator karena tuntutan materi pelajaran atau masalah yang harus d...
Pelatih atau Fasilitator ?
Pelatihan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga diklat pada umumnya diikuti oleh peserta orang dewasa. Sesuai dengan ciri orang dewasa yang...
Lima Prinsip Appreciative Inquiry
Beberapa penulis telah me lihat lima prinsip yang mendasari pendekatan Appreciative Inquiry. Mereka menunjukkan apa yang khas tentang Appr...
Hal-hal yang Harus Dikuasai Seorang Pelatih
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelatihan merupakan persoalan yang rumit dan untuk menjadi seorang pelatih tentunya harus memi...
Ice Breaking dan Orientasi
Prolog Sudah menjadi kebiasaan di setiap pelatihan, ketika memulai melaksanakan sebuah training (latihan) terlebih dahulu dimulai suatu seg...
Siklus 4-D
Hal ini membantu untuk memikirkan sebuah Appreciative Inquiry sebagai empat tahap yang berbeda meskipun dalam praktiknya mereka sering berga...
Simpul Manusia
Tujuan: Penguatan persatuan dan penyamaan persepsi untuk membangun komitmen . Peserta: 15-50 orang Langkah-Langkah:
Wawancara Apresiatif
Wawancara apresiatif adalah inti dari proses AI. Ini membentuk dasar dari fase Discovery dan memberikan dorongan untuk sisa pen elusuran . ...
Popular Posts
Latest Stories
What is new?
Comments
What They says?
Latest News
Fasilitator dan Peranannya
Fasilitator adalah seseorang yang melakukan fasilitasi, yakni membantu mengelola suatu proses pertukaran informasi dalam suatu kelompok. Kalau peranan seorang ahli (expert) adalah menawarkan saran, khususnya tentang isi/materi suatu diskusi, maka peranan fasilitator adalah untuk membantu ”bagaimana diskusi berlangsung”. Secara singkat, tanggung jawab fasilitator adalah untuk lebih mengarahkan perhatian pada kelangsungan ”perjalanan” daripada terhadap ”tempat tujuan” (Bacal, 2007).
Fasilitator tidak mendefinisikan isi (misalnya menetapkan tujuan, menganalisis topik tertentu, membuat rencana, atau melaksanakan), hanya mengatur proses (Dhamotharan, 2004). Fasilitator hanyalah pemimpin proses saja, mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan, atau memberikan kontribusi terhadap substansi diskusi. Tugas fasilitator adalah memandu proses dalam kelompok, membantu anggota kelompok memperbaiki cara mereka berkomunikasi, menyelidiki dan memecahkan masalah dan membuat keputusan (Schwartz, 1994 dalam Spangler, 2003).
Peran fasilitator dalam suatu pembelajaran adalah memandu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan bukan memberikan informasi tentang isi atau materi pembelajaran. Agar aktivitas ”perjalanan” kelompok peserta untuk mencapai tujuan pembelajaran berlangsung dengan baik maka lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial haruslah menyenangkan. Dalam mengatur lingkungan fisik ruang belajar fasilitator dapat meminta bantuan dan berkerjasama dengan penyelenggara pelatihan, namun lingkungan sosial sangat ditentukan oleh kemampuan individu fasilitator.
Suasana dalam ruang belajar menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi. Sebagai contoh, apabila makan di restoran favorit, Anda barangkali tidak hanya menikmati kelezatan makanannya, tetapi juga suasananya yang tenang atau menggairahkan, hangat, dingin, tradisional atau kontemporer. Suasana menjadikan acara makan sebagai suatu pengalaman, tidak hanya sekedar makan. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana dalam ruang belajar adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis (DePorter et al, 2000).
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang fasilitator agar fasilitasi proses belajar berlangsung secara efektif, seperti dikemukakan oleh Teibel (2002); Smith (2000); Parker (2007); dan Phookun (2000).
1. Memahami Audience.
Seberapa banyakpun pemikiran yang Anda curahkan pada materi pertemuan, keberhasilan mengarahkan diskusi tergantung kepada pemahaman Anda terhadap audience atau peserta. Sering terjadi pertemuan berlangsung tanpa pengetahuan tentang apa yang diharapkan oleh peserta. Akibatnya fasilitator lebih memusatkan perhatian pada materi daripada penggunaan waktu yang efektif menurut kebutuhan para peserta. Mengalihkan perhatian Anda terhadap kebutuhan peserta akan meningkatkan peluang mereka untuk berpartisipasi penuh, lebih tertarik terhadap topik yang dibahas dan mendapatkan manfaat dari diskusi. Untuk memahami audience sangat disarankan bagi seorang fasilitator untuk memperoleh informasi lengkap tentang siapa diri mereka, latar belakang pendidikan mereka, apa yang mereka kerjakan, apa masalah yang mereka hadapi, dan apa yang mereka inginkan. Jika informasi ini tidak diperoleh sebelum proses pembelajaran, luangkan waktu untuk menggali hal ini pada tahap awal pertemuan.
2. Menjelaskan peranan fasilitator.
Pada awal pertemuan Anda perlu menjelaskan peranan fasilitator yakni untuk membantu peserta bekerja mencapai tujuan, mendorong partisipasi, serta memonitor waktu dan kemajuan proses. Penting juga untuk mengingatkan peserta bahwa peranan mereka adalah untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama. Partisipasi mereka hendaklah berkaitan dengan tujuan, bukan asal berpartisipasi saja. Peranan seorang fasilitator adalah meletakkan landasan bagi hasil pertemuan yang diharapkan oleh peserta dan menciptakan suasana yang membuat semua anggota kelompok berpartisipasi. Menyampaikan materi dengan hanya sekedar menggunakan slide PowerPoint tidak akan membuat peserta terlibat terlibat seperti diskusi kelompok. Penyampaian dengan PowerPoint bersifat informasional, sedangkan diskusi mendorong partisipasi, curah pendapat dan munculnya pemikiran-pemikiran bermanfaat dalam kelompok. Fasilitasi yang efektif memindahkan fokus pertemuan dari ”berbicara kepada kelompok” menjadi ”mengelola dialog dalam kelompok”.
3. Membuat kesepakatan tentang materi yang akan dibahas dan proses yang akan digunakan.
Agar pertemuan berlangsung efektif, fasilitator hendaknya menekankan pentingnya bagi semua orang mengetahui acara pertemuan yang mencakup materi yang akan dibahas, tujuan yang akan dicapai, hasil yang diharapkan, tugas-tugas yang akan dilaksanakan, proses yang digunakan, dan waktu yang akan dialokasikan. Apabila ada usul perubahan dari peserta hendaknya dibicarakan dan disepakati bersama seluruh peserta. Sesuai dengan arti kata “memfasilitasi” (to facilitate) yakni “membuat lebih mudah” (to make easier) maka fasilitator hendaknya dapat membuat proses pertemuan atau pembelajaran menjadi mudah. Mudah bukanlah dalam arti menyederhanakan sesuatu, tetapi dalam arti membuat para peserta terlibat secara aktif di dalam proses. Pertemuan hanya mempunyai nilai tambah jika semua peserta (termasuk fasilitator) membentuk suatu masyarakat pembelajaran yang interaktif dimana setiap orang berbagi tanggung jawab dalam proses untuk mencapai tujuan. Para peserta hendaknya merasa bahwa mereka memiliki hasil pertemuan, bukannya merasa fasilitator yang membebankan pertemuan kepada mereka.
4. Mengelola proses serta membangun kepercayaan dan kerjasama selama proses berlangsung.
Apabila peran kelompok dan acara pertemuan telah jelas, maka fasilitator mulai ”mengorkestrasi” proses sambil membangun kepercayaan dan kerjasama selama proses berlangsung. Walaupun kelompok bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas, namun fasilitatorlah yang bertanggungjawab untuk menjaga agar tugas-tugas tersebut selesai. Fasilitator haruslah mencari cara agar dapat menolong para peserta tetap terlibat dalam proses, bersemangat, dan tetap memusatkan perhatian terhadap pelaksanaan tugas mereka. Jika proses gagal maka fasilitator yang baik secara cepat melakukan penyesuaian dan mencari cara-cara lain yang lebih efektif agar peserta dapat menyelesaikan tugas-tugasnya.
5. Memberikan pertanyaan kepada peserta dalam bentuk pertanyaan terbuka.
“Yang lebih penting adalah mengajukan pertanyaan yang benar daripada memberikan jawaban yang benar” (Cicero dalam Phookun, 2000). Pada pelatihan orang dewasa perhatian yang dicurahkan untuk mendapatkan jawaban yang benar hendaknya tidaklah sebanyak perhatian untuk menstimulasi peserta untuk berpikir dan menjelajah. Dengan pertanyaan yang cocok Anda dapat membuat peserta mau mengungkapkan pengalamannya, mendorong mereka untuk menguji pemahaman mereka, menantang mereka untuk berpikir kreatif, dan membantu mereka berinteraksi dengan kawan-kawannya.
Pertanyaan yang diajukan kepada peserta hendaknya berupa pertanyaan terbuka agar mengundang respons dan partisipasi. Sebagai contoh: ”Apakah pemecahan terbaik untuk masalah ini?” ”Dari mana kita harusnya memulai?” atau ”Mengapa hal tersebut penting bagi kita untuk dipertimbangkan?” Memfasilitasi sebuah pertemuan mirip seperti memandu sebuah orkestra. Para pemain perlu memainkan bagian mereka dan konduktor memadukan semua bagian menjadi sebuah simfoni. Mungkin akan ada waktu ketika para peserta yang pendiam perlu dilibatkan dengan memberikan pertanyaan spesifik kepada mereka, misalnya: ”Saya tahu Anda adalah seorang yang memiliki keahlian tentang hal ini, bagaimana Anda menangani masalah ini?”. Di waktu yang lain orang-orang yang mendominasi perlu juga untuk dibuat diam, misalnya: ”Komentar dan pendapat Anda telah banyak sekali membantu kelancaran proses kita, bagaimana kalau sekarang kita berikan kesempatan kepada yang lain untuk memberikan pendapatnya?” Kita mengetahui bahwa beberapa peserta memberikan kontribusi yang lebih kecil daripada yang lain, namun kontribusi setiap peserta semuanya penting untuk hasil akhir pertemuan.
6. Menjaga agar setiap orang tetap terlibat, dan menghindarkan diri sebagai pusat perhatian.
Fasilitasi yang baik adalah transparan. Pusat perhatian haruslah pada orang-orang dalam kelompok yang melakukan tugas untuk mencapai tujuan. Ketika fasilitator menjadi terlibat, hal ini merupakan pelanggaran terhadap peran fasilitator yang netral. Bersikap obyektif berarti tetap memusatkan perhatian terhadap proses. Beri kesempatan kepada kelompok untuk mengerjakan tugas mereka. Fasilitator hendaknya menjaga keseimbangan antara menggerakkan orang-orang untuk berdialog dan mengamati proses dengan penuh perhatian. Berbicara hanya ketika memang diperlukan untuk mengintervensi, mengatur proses yang baru, memberikan ringkasan, atau mengingatkan tentang waktu. Hindari untuk tidak terjebak menjadi ”ahli” dalam materi. Mungkin ada waktu-waktu tertentu ketika fasilitator mempunyai jawaban, namun lebih baik apabila kelompok menemukan sendiri jawaban mereka daripada diberitahu.
7. Melakukan intervensi pada saat diperlukan
Diskusi kelompok merupakan tantangan terbesar bagi seorang fasilitator, khususnya ketika emosi peserta sedang tinggi. Diskusi dalam keadaan demikian kadang-kadang memerlukan intervensi dan kemampuan yang sangat baik untuk mengarahkan lalu lintas pembicaraan. Berdiri di hadapan peserta dan menggunakan bahasa tubuh mungkin akan membantu fasilitator untuk mengendalikan arus komunikasi peserta. Memberikan tanda agar seseorang tidak menginterupsi pada saat seorang peserta sedang berbicara, atau berpaling dari seseorang sambil mempersilahkan yang lain untuk memberikan pendapat merupakan contoh teknik non-verbal yang cukup membantu.
Mungkin akan ada beberapa orang dalam pertemuan yang selalu membahas setiap pendapat atau pernyataan. Seorang fasilitator perlu memberikan respons yang bijak dan tidak menyinggung perasaan terhadap komentar yang menantang seperti ini. Mungkin perkataan ” Terima kasih atas pendapat Anda” cukup tepat untuk menghadapi situasi seperti ini. Situasilah yang akan menentukan bagaimana Anda melakukan intervensi.
Orang-orang yang suka membuat masalah seringkali memiliki banyak cara untuk mengganggu jalannya pertemuan. Mereka datang terlambat dan pulang lebih cepat. Mereka mengemukakan kekhawatiran yang sama berulang kali dan cenderung untuk menolak pendapat yang berbeda dengan pendapat mereka. Seringkali mereka membawa peserta lain menyimpang dari arah pembicaraan yang sebenarnya. Mereka berbicara terlalu banyak dan dengan bebasnya bertindak sebagai “penguasa”. Mereka cenderung untuk banyak menggunakan telepon genggam. Mereka sering menerima panggilan telepon jauh lebih banyak daripada peserta lain, sehingga membuat mereka seringkali keluar dari ruangan.
8. Membuat ringkasan dan menarik kesimpulan.
Tidak ada formula khusus untuk membuat ringkasan. Sebagai pengamat terhadap pekerjaan kelompok, fasilitator sering mendengar tema atau ide-ide kunci yang perlu untuk diulang kembali. Memberikan ringkasan dan menarik kesimpulan tentang apa yang telah dicapai dapat membantu kelompok untuk melihat kemajuan mereka sehingga mereka dapat lebih memusatkan perhatian terhadap tugas yang sedang dikerjakan serta langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Membuat ringkasan tidak hanya pada akhir sesi saja tetapi dilakukan secara periodik selama proses berlangsung.
Bersambung ke...
About FASDEM
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Penyakit Pertemuan Sering Dialami:
Popular Posts
-
Fasilitator dan PeranannyaFasilitator adalah seseorang yang melakukan fasilitasi, yakni membantu mengelola suatu proses pertukaran informasi dalam suatu kelompok. K...
-
Ice Breaking dan OrientasiProlog Sudah menjadi kebiasaan di setiap pelatihan, ketika memulai melaksanakan sebuah training (latihan) terlebih dahulu dimulai suatu seg...
-
Alur Proses Suatu PelatihanYang dimaksud dengan alur proses di sini adalah, prosedur yang mesti dipenuhi seorang perencana pelatihan dalam menyelenggarakan suatu p...